Catatan Pendakian Gunung Lawu Via Candi Cetho 3.265 Mdpl

Aku adalah seorang anak rumahan yang setiap harinya menghabiskan waktu di depan layar laptop tercintaku. Tiba-tiba hp berdering panggilan dari seniorku yang bernama Mas Fiqy. Mas Fiqy menawariku untuk naik gunung yang terkenal horor. Awalnya aku menolak karena kakiku yang bengkak habis ketiban kentongan mushola, dan juga waktunya yang terlalu mepet. Karena waktunya diundur minggu depan, entah mengapa akupun menerima tawaran naik Gunung Lawu via Candi Cetho tersebut.

Gunung Lawu Kami Datang

Perjalanan di mulai di hari Jum’at sore dari Rembang menggunakan sepeda motor. Aku tak hanya berdua dengan Mas Fiqy, ada juga Mas Minan, Mas Huda, Mas Sakti, dan Mas Ibad.

Kami berenam menempuh perjalanan ke Karanganyar dengan estimasi waktu sekitar 6 jam. Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan, akhirnya kamipun tiba di Basecamp Candi Ceto.

Jadi kita memilih untuk mendaki via Candi Ceto. Sebenarnya ada beberapa jalur pendakian lain yang populer seperti Cemoro Sewu, Cemoro Kandang dan Jogorogo. Kami memilih jalur Candi Ceto dikarenakan jalur tersebut memiliki track yang tidak terlalu berat dan pemandangannya lebih indah daripada jalur lainnya. Walaupun waktu yang ditempuh lebih lama. Salah satu poin penting milih jalur ini yaitu adanya wisata Candi Cetho yang mempesona.

foto candi cetho

Jumlah tim kamipun akhirnya bertambah setelah kawan-kawan dari Pekalongan tiba di basecamp. Tambahan teman dari Pekalongan tersebut berjumlah 3 perempuan dan 3 laki-laki.

Pagipun tiba, kami bangun sekitar jam 5 dan mulai mempersiapkan diri mulai dari mandi, makan, dan packing ulang. Kami ber-12 pun akhirnya berangkat setelah melakukan pemanasan dan berdoa.

Simaksi Gunung Lawu via Candi Cetho

Belum 5 menit berjalan kamipun tiba di pos simaksi. Ternyata pos simaksi cukup penuh oleh pendaki dan kami harus mengantri untuk dapat melakukan simaksi. Setelah mendapat giliran, kamipun mengisi formulir dan membayar simaksi yaitu Rp 15.000 per orang, lalu memulai pendakian tepat pukul 08:00 WIB.

Perjalanan ke Pos 1

Track menuju pos 1 cukuplah enteng karena belum banyak tanjakan. Dalam perjalanan kamipun melewati Candi Ketek (kera) yang cukup keren. Kiri kanan jalan masih berupa lahan pertanian warga. Perjalanan dari simaksi ke pos 1 menyita waktu sekitar 1 jam karena eaktu menunjukkan pukul 08:59 WIB.

Perjalanan ke Pos 2

Track menuju ke pos 2 sudah mulai menguras tenaga. Kami jarang sekali menemukan jalan landai. Vegetasinya sendiri berupa hutan yang cukup rapat. Tak hanya itu, jalannyapun sedikit licin. Salah satu kawan perempuan kami ternyata mengalami keram, sehingga kamipun harus banyak berhenti.

Tak disangka-sangka, kami melihat seekor kera berukuran besar yang bergelantungan di atas pohon. Tak terasa, akhirnya pos 2 sudah di depan mata. Waktu yang kami tempuh dari pos 1 ke pos 2 sekitar 1 jam lebih sedikit. Lebih tepatnya kami sampai jam 10:08 WIB.

Perjalanan ke Pos 3

Track menuju pos 3 tidak jauh berbeda dengan track menuju pos 2. Hanya saja track kali ini lebih enak karena tidak terlalu licin, dan kabutpun mulai menemani perjalanan kami. Akan tetapi, salah satu anggota kami ada yang tidak bisa melanjutkan pendakian. Wajahnya sangatlah pucat dan terlihat keringat dingin mengucur di tubuhnya. Akhirnya diapun terpaksa untuk turun kembali ke basecamp.

Setelah cukup lama berjalan, kamipun tiba di sumber air yang jaraknya cukup dekat dengan pos 3. Kamipun beristirahat sejenak dan mengisi persediaan air karena di atas sudah tidak ada lagi sumber air.

Setelah mengisi persediaan air, perjalananpun kami lanjutkan. Tak berselang lama, kami sampai di pos 3 pukul 12:02 WIB. Perjalanan dari pos 2 ke pos 3 menyita waktu cukup banyak yaitu hampir 2 jam. Kemudian kami memutuskan untuk istirahat cukup lama dan memasak di pos 3.

Perjalanan ke Pos 4

Perjalanan menuju ke pos 4 menurutku merupakan track yang paling menguras tenaga dan kesabaran. Bagaimana tidak, track kali ini berupa tanjakan yang lumayan ekstrim. Tak terhitung berapa kali kami harus beristirahat. Vegetasi yang ada di perjalanan ke pos 4 berupa pohon cemara yang rapat dan semak-semak. Kabutpun terlihat begitu pekat. Dua jam lebih kami berjalan akhirnya sampai di pos 4 pukul 14:22 WIB. Pos 4 ini berada di ketinggian 2500 Mdpl.

Perjalanan ke Pos 5

Perjalanan yang paling seru merupakan pendakian menuju pos 5. Tracknya sendiri awalnya berupa tanjakan yang tidak terlalu ekstrim. Setengah perjalanan kemudian jalannya landai. Pemandangannya terlihat begutu indah karena di kiri kanan banyak bunga-bunga terutama bunga edelweis yang hanya tumbuh di ketinggian tertentu. Pohon-pohon besarnyapun terlihat begitu eksotis. Dan tentunya mendekati pos 5 hamparan sabana luas yang sangat menakjubkan membuat lelahku seketika sirna. Akhirnya akupun tiba di pos 5 pukul 16:00 dan menunggu teman-teman yang lain cukup lama.

Ngecamp di Gupak Menjangan

Setelah beristirahat cukup lama, kamipun melanjutkan pendakian dan berencana ngecamp di warungnya Mbok Yem. Akan tetapi, matahari sebentar lagi terbenam ditambah angin yang bertiup kencang. Setelah berjalan hampir 10 menit kamipun melihat banyak tenda pendaki dan memutuskan untuk mendirikan tenda di sana. Ternyata tempat kami mendirikan tenda tersebut bernama Gupak Menjangan yang memang jadi tempat favorit untuk ngecamp pendaki.

Setelah mendirikan tenda aku bersama kawan setendapun langsung tidur, sementara teman kami yang lain memasak dulu dan cipika-cipiki hingga jam 11 malam. Suasana malam itu sangatlah dingin. Sleeping bag belum maksimal menahan dinginnya udara malam.

Tidur nyenyakkupun sirna karena hawa dingin yang sungguh terlalu. Tepat pukul dua dini haripun aku terbangun. Teman-teman satu tendakupun juga terbangun. Karena lapar belum makan, kamipun memasak mie goreng dan membuat kopi.

Setelah kenyang makan, kamipun membangunkan kelompok kami di tenda yang lain. Ternyata tak ada satupun yang bangun. Di jam 3 sudah ada beberapa pendaki yang mulai melakukan summit ke puncak. Kami bertigapun mulai malas untuk summit karena udara yang begitu dingin. Kamipun memutuskan untul tidur lagi. Tak berselang lama, kelompok kami dari Pekalongan sudah bangun dan menuju ke tendaku. Salah satu dari mereka bilang bahwa teman-teman dari Pekalongan tidak melakukan summit karena banyak yang mengalami keram.

Summit Attack ke Puncak Gunung Lawu

Akhirnya aku dan Mas Minan memutuskan untuk summit berdua dan mencari teman kelompok lain dari Wonosobo yang juga berhumlah dua orang.

Sekitar pukul setengah lima, kami berempat melakukan summit attack ke puncak Gunung Lawu dengan menghadapi dinginnya angin pagi.

Sesampainya di Pasar Dieng, yang katanya merupakan pasar makhluk halus kamipun salah jalan hingga memasuki sebuah makam. Kamipun berbalik arah dan mencari jalan lain. Di tengah perjalanan kami melihat burung jalak yang ternyata menunjukkan jalan kepada kami. Konon burung jalak tersebut merupakan jelmaan dari Sunan Lawu yang menunjukkan arah bagi pendaki yang memiliki tujuan baik. Untung saja aku mendapatkan cerita bahwa Pasar Dieng merupakan pasar makhluk halus setelah turun dari gunung. Jadinya di saat melewatinya dan salah jalan tidak terpikir sedikitpun olehku tentang setan. Rasa takutpun tidak ada sama sekali.

Setelah melewati Pasar Dieng kamipun dihadapkan jalan yang bercabang. Ternyata jalan bercabang tersebut mengarah ke warungnya Mbok Yem atau Hargo Dalem. Akan tetapi karena mengejar sunrise, kamipun melanjutkan pendakian ke puncak Hargo Dumilah yang merupakan puncak tertinggi gunung Lawu.

Puncak tinggal sedikit lagi, ternyata matahari sudah terbit. Kamipun berhenti sejenak menyaksikan keindahan lukisan tuhan yang tiada taranya. Lautan awan dibalut kilauan sinar matahari membuatku ingin meneteskan air mata.

Akhirnya Sampai di Puncak

puncak hargo dumilah

Setelah cukup lama menyaksikan sunrise, kamipun sampai di puncak Harho Dumilah Gunung Lawu. Lelahpun hilang seketika saat sampai di puncak. Tahap selanjutnya sudah pasti yaitu narsis mengabadikan keindahan Puncak Lawu.

Setelah puas berfoto dan menikmati keindahan di puncak, kamipun mulai turun menuju ke warung Mbok Yem warung tertinggi di Indonesia. Sesampainya di sana, ternyata Mbok Yem sedang mudik turun gunung dan digantikan sementara oleh anaknya.

Sepiring nasi pecel dengan telur di atasnya terasa nikmat untuk disantap. Harganya satu porsi hanyalah Rp 13.000. Harga yang cukup terjangkau untuk makan di warung tertinggi di Indonesia.

Saat kami tengah duduk di sebuah kursi untuk menyantap makanan, tiba-tiba seekor monyet nakal mengambil telur dadar Mas Minan. Masih belum puas, monyet serakah inipun mengambil kacamata Mas Minan.

Setelah selesai makan dan mendapatkan kembali kacamata Mas Minan, kamipun turun menuju ke camp. Kami tiba di camp sekitar jam 08:30. Setelah itu kami membereskan tenda dan turun.

Turun dari gunung memang cukup mudah dengan waktu yang lebih cepat setengah dari naik gunung. Akan tetapi, turun gunung menjadi tantangan sendiri bagiku karena sendi-sendi kaki yang rasanya mau copot.

Mission Completed

Karena ingin cepat-cepat mengakhiri penderitaan ini, akupun turun lebih dahulu dengan berlari. Akhirnya, aku sampai di basecamp pukul 14.00. Setelah selesai makan, mandi, dan shalat teman-teman yang turun sampai juga di basecamp.

Setelah mengumpulkan tenaga kembali untuk perjalanan pulang yang cukup jauh, tepat pukul 16.00 kamipun pulang ke rumah masing-masing.

Sungguh pengalaman pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho yang luar biasa. Saat melakukan pendakian rasanya menyesal sudah mau diajak mendaki akan tetapi saat sampai di rumah, rasa rindu akan kesengsaraan yang menyenangkan tersebut timbul. Sungguh aneh tapi nyata.

Foto-Foto Kenangan dari Gunung Lawu

Salam Lestari !

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Mungkin Juga Suka